Saya kenal suami ketika masih kuliah di Jogjakarta, kami kebetulan berada pada daerah kost yang berdekatan, namun berbeda kampus.
Saya di kampus teknik dengan jurusan Tekhnik Industri, dan suami di akuntansi. Karena kami berada di lingkungan rutinitas pengajian setempat yang sama, maka dari situlah kami sering bertemu dan menjalin pertemanan.
Jujur ... Pertama kali kenal dengan suami tuh karena dikenalin orang teman saya. suami saya ini orangnya pemalu, tidak terlalu ekspresif malah kecenderungan banyak diam.
Sangking malunya, saya malah lebih dekat dengan kakaknya daripada dia. namun seiring berjalannya waktu, kami malah jadi sahabat.
Perbedaan umur kami berdua hanya beda sebulan, kami seusialah ya walaupun beda sebulan.
Pertemanan kami natural saja berjalan, tanpa saya tahu ia memiliki strategi untuk mendekati saya.
Harus saya akui bahwa cara pendekatannya ke saya memiliki strategi yang tak biasa.
Kalau laki-laki biasanya akan langsung mendekati orang yang dicintainya, berbeda dengan suami saya.
Ia lebih dahulu mendekati sekitar saya, seperti teman-teman kost saya, teman pengajian, teman kampus bahkan sampai teman nongkrong.
Apakah dia selalu ada ?
Tidak juga dibilang seperti itu.
Sebagai contoh, ia mendekati melalui teman kost sebelah kamar saya, karena temen saya itu satu kampus dengannya. walaupun beda jurusan.
sambil menyelam minum air, maka itulah cara suami saya mendekati saya.
Menemui teman saya, saat ada saya di kamar, lalu saat saya keluar kamar, seakan-akan selalu aja ada pembicaraan yang akhirnya kita bahas. dari situlah saya semakin mengetahui pribadinya.
Hal pertama yang bisa kita nilai adalah rasa nyaman berteman.
tanpa ragu juga ia sering membantu saya menyelesaikan tugas kuliah, atau sekedar mau membelikan makanan yang dinilai oleh anak kos selain endomis telor, seperti ayam bakar, sate, dan makanan surga bagi anak kost saat itu.
Mau bukti lagi ?
Kali ini strateginya dalam mendekati saya melalui keluarga.
Saat saya kuliah, ada kakak perempuan saya yang ternyata banyak dibantu olehnya,
Seperti saat gempa besar dan letusan gunung merapi, sedangkan saya saat itu berada di Balikpapan, suami saya inilah yang banyak membantu kakak saya itu.
Dan membuat penilaian kakak saya terhadap dia baik dan merasa sangat tertolong.
Malahan kakak saya dan dia seperti berteman lama, bisa saling bercerita dan ngobrol tentang apaa saja.
Akhirnya yang awalnya nyaman jadi tema, lama kelamaan nyaman menjado pasangan.
saya lulus kuliah lebihh dulu dan kembali ke kampung halaman, sedangkan dia masih kuliah hingga tahun depannya lulus.
Pertemuan antar keluarga baru dilaksanakan setelah ia telah wisuda,
pertemuan pertama di jogjakarta, saat itu saya sudah di balikpapan, sedangkan kedua orang tua saya sedang berada di jogjakarta menemani kakak saya melahirkan.
Saat itu, bapak ibunya juga sedang berlibur ke Jogjakarta, maka dengan bantuan kakak saya yang ada di sana, akhirnya pertemuan bisa diadakan dengan sangat sederhana dan intimate.
Kebetulan kedua orang tua saya sudah cukup mengetahui hubungan kami berdua melalui cerita saya dan dikuatkan dengan testimoni kakak saya terhadap karakter yang dimilikinya, yess strateginya berhasil juga yaa ... hahahahhhaha
Dalam pertemuan itu akhirnya disepakati, bahwa saya bekerja di balikpapan, dan ia mencari kerja dalam kurun waktu 6 bulan, jika tidak jua emndapatkan maisyah, maka diijinkan menikah.
Sememnjak itu kami LDR-an, hanya modal saling percaya dan menetapi permintaan orang tua dahulu, maka kami menghitung setiap bulannya, bulan berjalan hingga akhirnya tepat 6 bulan tak kunjung mendapatkan pekerjaan, hari dimana akhirnya keluarganya meminang saya.
Sungguh semua berjalan lancar hingga bulan Mei 2007 kami menikah, tepatnya tanggal 5 Mei 2007 dalam kondisi ia belum bekerja, kami yakin bahwa rejeki justru akan datang dengan mudah setelah kami menunaikan kewajiban kami yaitu menikah, menyegerakan ladang pahala dibanding menyuburkan ladang dosa.
Alhamdulillah, hingga hari ini, kami sudah menjalani pernikahan di tahun ke 13, dan makin kesini kami bisa menjadi patner hidup saya. Patner yang selalu berada dibelakang kesuksesan saya.
Mulai dari dukungan full nya saat saya bekerja, memberikan kepercayaan pada saya saat saya sempat menjadi sekertaris, dians keluar kota pun ia ijinkan dengan menjaga anak saya, bagunya saat saya harus menjalani karir maka ia akan mendukung.
Lalu saat 2013 saya akhirnya memutuskan untuk tidak bekerja lagi dan ikut hijrah bersamanya ke kota Bontang, saya selalu didukung dengan menjadi Full IRT, meramut anak-anak yang saat itu masih kecil, membina menemani bahkan memang membutuhkan perhatian saya. hingga tahun 2014 Odys food berdiri, kami semakin saling support. baginya berbisnis dari rumah adalah banetuk aktualisasi diri saya, ia sangat mendukung, membuatkan logo, membuatkan sistem hingga membantu emasarannya.
Sungguh saya sangat beruntung memiliki patner in life saya seorang laki-laki yang dahulu adalah teman dan sahabat saya, terbiasa saling dukung dan saling koreksi, membuat kami tak kaget saat berada dalam lingkutp keluarga, apalagi saat memiliki 2 anak, ia sangat bertanggung jawab dan banyak membantu pekerjaan domestik di rumah.
untuk masalah bisnis, ia sangat paham sistem dan alur bisnis, maka kami akhirnya memutuskan untuk membesarkan Odys Food.
Patner in life itu harus sejiwa dengan kita, tak apa jika harus berbeda pendapat, namun pastikan tujuannya sama, visi misinya kokoh dan selalu mendukung dalam kondisi terpuruk.
saya berkaca pada orang tua dan mertua saya, orang tua saya juga memiliki rumah tangga yang tak mudah, memiliki 8 anak dan kondisi ekonomi pernah dibawah dan diatas. namun karena saling melengkapi, mau menjalani bersama maka patner in life itu akan terwujud.
bukankah itu yang paling membahagiakan kan?
karena setiap manusia tak bisa hidup sendiri,
setiap manusia membutuhkan patner in life.
Wah suami dan mbak kenalannya di Jogja yaa, saya jg kul di Jogja tp ga ada yg nyantol tuh hihi... pulang ke kota halaman br dpt deh hihi
BalasHapusWaah seru banget kisah pertemuannya. Semoga terus Sakinah, mawadah, warahmah ya mba rumah tangganya.
BalasHapus