Bab 4 Prioritas
“BRAAKK!” pintu kamar dibanting keras oleh
Rudi, membuat teman kost di kamar sebelahnya sama keluar dan saling bertanya,
ada apa dengan teman mereka yang biasanya selalu menyapa dengan ceria.
“Rud … hei bro, kamu nggak papa kan?”
Rudi tak memperdulikan panggilan sahabatnya.
Selepas membanting pintu ia sudah terbenam dalam bantal dan selimut yang sedari
pagi belum sempat ia atur. Ia tidak sedang menangis, ia justru marah bukan
main.
Ia membuka kembali pesan singkat dari Nania,
perempuan yang sudah dua tahun ini serius menjalani hubungan dengannya. Ia
cukup yakin bahwa usia yang berbeda tak mengurangi rasa cinta mereka. Nania
yang sudah bekerja, sedangkan ia masih mahasiswa semester akhir yang sedang
berjuang menyelesaikan kuliahnya melalui skripsi yang tahun ini ia targetkan
lulus.
Namun pesan singkat dari Nania itu sudah cukup
jelas.
[Maapkan aku Rud … aku sudah menerima lamaran
laki-laki itu. Aku memilih untuk tidak membuat orang tuaku sedih. Asal kamu
tahu Rud, walaupun aku terus memohon hingga menangis agar mereka menyetujui
kita, toh aku tak ingin menjadi anak durhaka dengan memaksakan kehendakku. Semoga
kamu mendapatkan gadis yang lebih baik dariku. Selamat tinggal Rud, maapkan
aku].
Rudi kesal membacaanya.
Beberapa bulan terakhir ini, hubungan mereka
memang sedang di diujung tanduk. Menyamakan karakter, visi misi dan arah
hubungan lebih lanjut antara mereka, namun malah semakin menemukan jalan buntu,
apalagi dihadapkan pada situasi dijodohkan. Nania meminta Rudi untuk segera
menikahinya, tak apa jika ia masih kuliah, toh sudah duduk di semester akhir.
Nania yakin bahwa dengan menikah, mereka akan
tetap bisa melakukan rutinitas seperti biasa, Rudi menyelesaikan kuliahnya, dan
Nania meniti karirnya sebagai editor di salah satu perusahaan percetakan
terkenal di kota itu.
Namun pengalaman kakak-kakak Rudi, kuliah
sambil menikah ternyata tak membuahkan hasil, abah mereka merasa sudah banyak
mengeluarkan biaya dan pengorbanan agar anaknya kuliah dan selesai hingga
wisuda, akhirnya pupus karena mereka sudah lebih dahulu memutuskan menikah
sembari menyelesaikan kuliah.
Tiga kakak Rudi semuanya adalah perempuan,
memutuskan menikah sembari kuliah saat sudah semester akhir, Abah sebenarnya
tidak setuju, apalagi Umma, tetapi entah mengapa luluh juga pertahanan mereka.
Awalnya berbahagia namun akhirnya harus menerima kenyataaan bahwa kuliah mereka
harus dikorbankan. Mereka memilih konsentrasi meramut anak-anak mereka yang kemudian
beruntun lahir dari tahun ke tahun, menambah hitungan tahun kuliah mereka
semakin mundur.
Rudi adalah harapan satu-satunya Abah dan
Umma, apalagi ia adalah anak laki satu-satunya mereka. Bahkan sebelum
kuliahpun, Rudi sudah di janji oleh Abah, diberikan pilihan apakah mau kuliah
atau menikah selepas SMU, Abah sudah sangat traumatik mengingat tiga anaknya
gagal menamatkan kuliahnya.
Rudi yang saat itu jelas belum terpikirkan
untuk menikah, memilih mengangguk mantap dan mengikrarkan janji, bahwa ia akan
kuliah dan berusaha untuk menyelesaikannya. Ia sangat ingin mengobati luka hati
Abah dan Ummi yang sudah kecewa dan tak bisa berbuat banyak saat anaknya gagal
melanjutkan kuliah.
Maka mengingat janjinya pada Abah itulah yang membuat Rudi belum siap melamar Nania, sebesar apapun rasa cintanya. Ia sempat meminta waktu sampai akhir tahun ini, maka selepas wisuda lulus kuliah, ia akan datang melamar Nania. Namun, itu semua sia-sia. Pun sama halnya dengan Nania, ia juga tak sanggup melukai hati orang tuanya.
(Bersambung ...)
#day4
#blogjadibuku
#catatanhatiyangbertahankarenaMu
Link sebelumnya : bab3
Komentar
Posting Komentar