Enam bulan semenjak mereka putus, akhirnya
Nania menggelar pesta pernikahan meriah di hotel berbintang lima. Nania tetap
mengundang Rudi, ia yakin bahwa Rudi tak akan sanggup datang. Namun Nania
salah.
Rudi sudah sejak tadi datang, melihat Nania dengan
gaun putih mekar, sedang sang pria mengenakan setelan jas berwarna hitam yang
senada dengan dasinya. Kue pernikahan yang sangat tinggi dan menjulang dihias
dengan banyak bunga dan hiasan daun.
Para tamu undangan sudah lumayan banyak, Rudi
sedari tadi memperhatikan Nania, mulai dari gelak tawanya yang sudah bukan lagi
miliknya, senyum manisnya yang tak lagi menyemangatinya dan sentuhan halus yang
sudah berpindah menggelayut di tangan pria lain yang jelas bukan dirinya.
Nania dan pria itu bergandengan tangan dan
tampak bahagia. Rudi mengambil nafas panjang, lalu menghembuskannya dengan
berat . Ia tak selera menyentuh makanan, berulang kali berjalan mengelilingi
area kolam yang sangat luas itu hanya untuk mengambil minum.
Cukup! Ia merasa tak perlu memberi selamat,
bahkan merasa tak penting untuk naik panggung dan berfoto bersama. Ahhh … Rudi
hanya ingin segera pergi dari tempat itu, melihat bahwa Nania sudah bahagia
tanpanya, semakin menyayat luka hatinya. Ia lalu menuju rest room untuk buang air kecil, entah sudah berapa gelas air sirop berwarna yang ia habiskan.
Saat itulah, saat ia telah selesai dan keluar
dari pintu rest room, ia mendengar
isakan tangis seorang perempuan. Rudi menghentikan langkahnya dan mencari
sumber suara, pelan-pelan sekali ia membuka pintu yang bertuliskan “Ruang
Janitor”. Rudi mendapati perempuan yang sedang terduduk menutup wajahnya yang
sedang menangis.
Perempuan itu kaget bukan main, ia merasa sudah menemukan tempat yang pas agar ia bisa menangis puas setelah menyaksikan sahabatnya menikah dengan seorang perempuan yang dijodohkan oleh orang tuanya, sedang dirinya yang sudah 5 tahun menajdi sahabat laki-laki tersebut, sering main kerumah, diajak traveling bareng, bahkan merasa sudah mendapatkan tempat di hati orang tua laki-laki itu, ternyata semua hanya semu semata. Ia seperti ditugaskan hanya menjaga laki-laki tersebut.
Perempuan itu lalu gelagapan saat
Rudi membuka pintu.
“Maapkan saya …” perempuan itu berulang kali meminta maaf sambil terus menghapus air
matanya.
“Eh tidak mengapa, saya yang harusnya minta
maaf, saya menganggu ya?” Rudi membuka lebar pintu itu, membiarkan perempuan
itu keluar dari ruangan janitor.
“Nggak kok kak, tak mengapa, saya seharusnya
tak datang.”
“Eh, Kenapa?”
“Bagaimanalah hati ini bisa kuat melihat
laki-laki yang sangat saya cintai, memilih untuk bersanding dengan perempuan
yang dijodohkan oleh orang tuanya.”
Perempuan itu lalu menutup wajahnya lagi,
menekan suara tangisannya agar tak terdengar oleh orang lain, ingin rasanya ia
berteriak, tapi ditemukan dalam keadaan menangis seperti ini saja sudah cukup
membuat ia malu, apalagi jika harus meraung-raung.
Dan dengan kalimat terakhir itu, tubuhnya
lemas, ia lalu terduduk dan terus menangis. Rudi akhirnya mengerti, bahwa
perempuan ini mungkin adalah pacar dari laki-laki yang menikah dengan Nania. Merasa
senasib dan merasakan sama-sama terluka, Rudi lalu ikut duduk di sebelah
perempuan itu.
“Sama,
saya juga tak seharusnya datang. Tapi melihat pengantin perempuan itu tertawa,
mengalungkan tangannya di sisi laki-laki itu, saya rasa ia sudah bahagia” Rudi
akhirnya memulai pembicaraan setelah hampir 5 menit membiarkan perempuan itu
menangis.
Perempuan itu lalu mengangkat wajahnya, sambil
mengusap air matanya, ia menatap laki-laki yang ada disebelahnya, ia hampir tak
percaya bahwa laki-laki di hadapannya ini sama terluka dengan dirinya. Sepertinya di
lorong rest room hotel itu, tempat
paling strategis untuk bisa jauh dari keramaian dan kebenaran terungkap. Takdir
tak pernah salah, takdir datang tanpa harus menunggu kebahagiaan datang.
Sedangkan tanpa sepengetahuan mereka, dan bersamaan
dengan langkah kaki mereka berdua keluar
dari hotel bintang lima tersebut, tampak pasangan pengantin itu sejak tadi tak
tenang. Celingak-celinguk memperhatikan setiap tamu yang datang. Namun yang
ditunggu tak kunjung nampak.
Cinta sepertinya telah menemukan jalannya
sendiri-sendiri, mengubur kenangan indah bersama alunan musik yang bertalu. Dan
ditengah hingar bingar tertawa para tamu, ada hati terluka dan hati yang hambar
menyambut cinta yang baru.
(Bersambung ...)
#day6
#blogjadibuku
#catatanhatiyangbertahankarenaMu
Link sebelumnya : Bab 5
Komentar
Posting Komentar