BAB 3 Menutup Satu Pintu
Tepat
satu bulan setelah Nania memutuskan Rudi, keluarga Mas Agung datang melamarnya.
Nania sudah tak lagi menangis, ia sudah melepaskan semua perkaranya di ujung
sajadahnya setiap malam. Dengan tangis dan pengharapan atas pengorbanan yang
sudah ia lakukan. Untuk orang tuanya, dan untuk masa depannya.
Nania
sangat tahu bahwa rida orang tua adalah rida Alloh, berbekal keyakinan itulah,
ia perlahan membuka hati pada Mas Agung, dan berusaha melupakan Rudi. Gayung
bersambut, Mas Agung yang sejak awal tercengang dengan kecantikan Nania, dan
karena ia pun berstatus lajang, maka tak banyak yang ia korbankan selain
menuruti mau ayahnya. Dan berjanji pada ibunya, bahwa ia akan segera memberikan
cucu agar ibunya segera sembuh karena bahagia.
Maka
sebulan sebelum hari H pernikahan, Mas Agung seperti laki-laki yang sedang masa
pendekatan dengan seorang perempuan, hatinya berubah dari kaku, dingin menjadi
penuh bunga dan asmara.
Tanpa
ia ketahui bahwa Nania sedang bersedih melepas laki-laki yang ia cintai. Mas
Agung tak menyerah dengan sikap dingin Nania di awal pedekatannya. Ia
menganggap lumrah jika perempuan di jodohkan sedikit banyak akan menolak, yang
ia tahu Nania juga single, seperti yang diceritakan oleh ayahnya, jadi tidak
menjadi suatu permasalahan jika hanya sedikit bersabar dengan sikap dingin
Nania.
Sebulan
sebenarnya tidak cukup mejadi acuan bahwa cinta itu sudah hadir diantara dua
insan, namun Nania memaksa dirinya untuk bisa move on. Mencoba melihat usaha manis Mas Agung yang setiap hari
diberikan. Seperti pagi ini, Mas Agung mengirimi pesan singkat yang sama setiap
harinya, [Hai matahariku, selamat menghirup udara dari Alloh, sudahkah kamu
bersyukur disetiap pagimu? Wahai calon istri salihaku, selamat beraktifitas].
Nania
awal membacanya sangat muak dan ingin muntah, namun karena pesan itu dikirim
setiap hari, di jam yang sama, dan dengan bahasa yang sama pula, Nania akui
bahwa kalimat itu cukup menjadi nasehat setiap hari agar ia bisa bersyukur atas
rahmat Alloh. Perlahan namun pasti, Nania menganggap bahwa Mas Agung orang yang
faham agama dan dewasa.
Dengan
menerima perlahan cinta Mas Agung, tentu dibarengi dengan tak mengacuhkan
telepon bahkan pesan singkat dari Rudi, Nania bahkan sudah menghapus kontaknya,
ia merasa tak ada lagi yang bisa diperjuangkan. Toh hasil akhirnya juga Rudi
tak kunjung membuktikan datang untuk menjelaskan dan memperjuangkan cinta
mereka di hadapan orang tuanya, ah … rencana tinggalah rencana. Nania tak
mau lagi menunggu, ia sudah lelah
berharap, menambah sakit di hatinya, membuat malam-malamnya semakin berat untuk
tidur.
Maka
ketika Nania mengikhlaskan semuanya, menutup satu pintu dan membuka pintu
lainnya, ia menjadi lebih ringan, dan ia bisa melanjutkan hidup. Bekerja
seperti biasa, menanggapi semua jenis perhatian Mas Agung, dan menutup luka di
hati dengan ikut menyiapkan pernikahannya tiga bulan mendatang.
***
(Bersambung ...)
#day3
#blogjadibuku
#catatanhatiyangbertahankarenaMu
Link sebelumnya : Bab 2
Komentar
Posting Komentar